Senin, 20 September 2010

Perayaan Maulid Nabi Saaw Sebagai Syiar Islam

hazrat-mohamad-10_resize.jpg
Kaum muslim di seluruh dunia memperingati perayaan Maulid Nabi yang bersejarah, untuk menyambut keberkatan dan kebahagian pada hari tersebut. Hal ini merupakan suatu adat (habit) dan syiar Islam yang turun temurun yang telah dilakukan oleh para petua terdahulu. Dalam memperingati hari kelahiran Nabi Saaw yang diperingati di seluruh pelosok di Indonesia diadakan sebuah acara tertentu, misalnya dengan melantunkan syair-syair dan qasidah-qasidah pujian, pembacaan maulid, ceramah yang berisikan hikmah keteladanan baginda Rasulullah Saaw dan lain sebagainya. Namun sayangnya, kaum wahabi tidaklah memanfaatkan momentum bersejarah ini, dan dianggap sebagai sebuah bid’ah yang sesat.

Islam memberikan hukum yang jelas tentang hal ini, yang mana mereka berpijak pada dalil Alqur’an dan hadist. Di dalam alqur’an Allah Swt berfirman: “Demikianlah (perintah Allah). dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, Maka Sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS Al-Hajj ayat 32)
Dalam ayat diatas berisi perintah Allah Swt untuk menghidupkan berbagai bentuk dari syiar Allah Swt, sebagai bukti kecintaan dan ketaqwaan pada diri hamba-Nya. Banyak terdapat ayat-ayat lain sebagai bentuk pengagungan syiar agama, diantaranya; dalam surat AlBaqarah ayat 125, Allah Swt berfirman: . Dan (ingatlah), ketika kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat.”
Yang menjadi pengertian ‘syiar Allah’ disini, bahwasannya Pemilik Syariat (Allah Swt) telah memuliakannya dan tidak menentukannya sebagai bentuk luar (misdaq) yang khusus, dengan melalui perkembangan zaman telah menjadikannya sebagai urf (menurut kacamata pandangan masyarakat), sebagai suatu dalil didalam mengagungkan syiar-syiar agama.
Tentang kemuliaan hari kelahiran Nabi Saaw, dalam Shahih Muslim yang dinukil dari Abi Qatadah: “Sesungguhnya Rasulullah Saaw telah ditanya tentang puasa hari Senin, maka beliau berkata: “Pada hari itu aku dilahirkan dan juga pada hari tersebut Al-Qur’an diturunkan kepadaku.” Dan hadist Baihaqi yang dinukil dari Anas : “Sesungguhnya Nabi Saaw setelah kenabiaannya telah mengakikahkan dirinya dengan menyembelih seekor kambing. Dengan melalui riwayat ini, juga terdapat riwayat yang mana Abu Thalib pada hari ketujuh kelahiran Nabi Saaw telah mengakikahkan seekor kambing.”
Disini kaum Wahabisme mengatakan, perayaan maulid tersebut sebagai sebuah bid’ah yang sesat, yang dianggap halal padahal ternyata hukumnya haram. Kita katakan disini bahwa selama kita mempunyai dalil yang jelas tidaklah hal tersebut dianggap sebagai sebuah bid’ah. adanya kerancuan terhadap interpretasi bid’ah yang mereka pahami sebagai sebuah persoalan yang kini belum terpecahkan. Yang hakikat sesungguhnya adalah dalil syar’inya yang sudah cukup jelas. Namun bagaimanapun, argumentasi kita ajukan belumlah dapat menyakinkan mereka. Adanya unsur fanatisme yang hingga kini mereka pertahankan.
Sebuah landasan hukum bagi penyelenggaraan maulid Nabi Saaw adalah wujud kecintaan yang tertanam pada hati-hati pencinta Nabi Saaw yang juga diperintahkan Allah Swt dalam firman-Nya: Katakanlah: “Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS Taubah ayat 24).
Namun yang terpenting adalah perayaan maulid Nabi Saaw merupakan ajang dakwah yang berpontensial guna mengenang kembali jasa perjuangan dan integritas Nabi Saaw sebagai seorang pemimpin yang mengagumkan, yang memberikan keteladanan bagi umatnya,dalam Al-Qur’an juga disinggung;. Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS Al-Ahzab ayat 21). Dan sekaligus membawa pesan-pesan Islami yang berguna bagi seluruh lapisan masyarakat.
By: Abu Aqilah

19 Tanggapan - tanggapan

  1. di/pada Mei 28, 2007 pada 11:23 am | Balas eraalquran
    Tulisan yang bermanfaat sekali
    lanjutkan terus cahaya…

  2. Terima kasih, buat sarannya.

  3. Disini kaum Wahabisme mengatakan, perayaan maulid tersebut sebagai sebuah bid’ah yang sesat, yang dianggap halal padahal ternyata hukumnya haram. Kita katakan disini bahwa selama kita mempunyai dalil yang jelas tidaklah hal tersebut dianggap sebagai sebuah bid’ah. adanya kerancuan terhadap interpretasi bid’ah yang mereka pahami sebagai sebuah persoalan yang kini belum terpecahkan. Yang hakikat sesungguhnya adalah dalil syar’inya yang sudah cukup jelas. Namun bagaimanapun, argumentasi kita ajukan belumlah dapat menyakinkan mereka. Adanya unsur fanatisme yang hingga kini mereka pertahankan.
    nampaknya sampean berusaha untuk tidak fanatis, demikian juga saya. btw, kalau boleh saya tanya, bagaimana menurut sampean dengan tulisan berikut ?
    http://www.salafy.or.id/modules/artikel2/artikel.php?id=1156
    apakah tulisan tersebut dapat dikategorikan sebuah kefanatikan ?
    trims

  4. Salam…..
    Saya telah merujuk pada artikel yang anda tujukan, terima kasih. Saya bersumber pada hadist shahih dan qur’an seperti yang saya utarakan. Bagaimanapun berdasarkan dalil Al-Qur’an dan hadist shahih sangatlah jelas, bahwa maulid Nabi Saaw bagian dari pengagungan syiar Islam. Kalau tidak, apa yang menjadi syiar Islam itu sendiri ? Dalam kehidupan sehari-hari, wajar ketika seorang ibu menyambut keselamatan atas kelahiran anaknya. Untuk mengungkapkan kebahagiannya itu melalui jalan sedekah atau mengundang para tamunya untuk makan bersama. Seperti juga Abu Thalib telah mengakikahkan di hari ketujuh kelahiran kelahiran Nabi Saaw dengan menyembelih seekor kambing. Lain lagi bila perayaan maulid Nabi Saaw tersebut melampaui batas syariat, yang dipermasalahkan adalah personalnya.
    Adapun tentang bid’ah semuanya sesat, kami pun sepakat. Namun, maulid Nabi Saaw bukanlah bid’ah akan tetapi sebagai syiar Islam, bentuk kecintaan dari para pecintanya untuk mengenang kembali keagungan kepribadian Rasulullah Saaw dan pelaksanaan perayaan maulid tersebut haruslah tidak melampaui batas syariat. Kalau terjadi pelarangan pelaksanaan maulid tersebut, sama sekali tidak mempunyai dalil hukum yang jelas. Kefanatikan bisa timbul dari seseorang yang sulit menerima pandangan-pandangan lain, dengan masih mempertahankan pandangan pribadi atau golongannya.
    Terima kasih atas komentarnya.

  5. di/pada Juni 4, 2007 pada 3:43 pm | Balas eraalquran
    Salam
    Terima kasih kepada Abu Aqilah atas artikelnya yang sangat baik sekali. Kalau boleh ana mau nambahin isykalan atas artikel ustadz Ja’far yang ada disitus Salafi itu.
    Terlalu banyak kelemahan artikel itu menurut ana, saya potong-potong aja yah artikelnya.
    Ustadz Ja’far:Hari itu istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam kedatangan tiga shahabat menanyakan perihal ibadah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Sesampainya mereka disana diceritakanlah kepada mereka seperti apa ibadah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, selesai mereka menyimak keterangan para pendamping Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam seolah-olah mereka masih menganggapnya belum seberapa. Maka berkatalah salah seorang dari mereka; “Saya akan shalat malam selama-lamanya”. Kata yang kedua; “Kalau saya, saya akan berpuasa dan tidak berbuka”. Yang terakhir menyela; “Dan saya, saya akan menjauhi wanita-wanita dan tidak akan menikah”. Akhirnya nabi marah saat mendengar kisah itu.
    Menurut ana:Dari Hadis Anas ini dapat ditarik kesimpulan bahwa hadis yang mengatakan Ashbai kannujum biayyihim iqtadaitum ihtadaitum. Karena bagimana mungkin kita mengikuti sekelompok orang yang bertentangan keyakinan dan amalnya satu sama lain. Memang sekelompok sahabat diridahi oleh Allah, akan tetapi ada sebagian dari mereka yang disebut fasiq oleh Allah, lihat surah Hujurat, Injaakum fasiqun, ayat ini kan berkaitan dengan salah seorang sahabat dan ayat-ayat yang lain.
    Ustadz Ja’far:Sunnah ada dua; sunnah fi’liyyah dan sunnah tarkiyyah. Yang pertama; setiap yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dimasa hidupnya adalah sunnah bagi kita untuk melakukannya. Dan yang kedua; setiap yang tidak dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dimasa hidupnya adalah sunnah bagi kita untuk tidak melakukannya.
    Menurut ana:Iya, ulasan itu benar, akan tetapi maulid bukan termasuk ajaran sunah Tarkiyah. Karena, pertama kesepakatan para salaf bukan hujjah 100 persen bagi kita, karena ada kemungkinan mereka salah paham seperti dalam hadis di atas. Quran mengatakan, janganlah engkau mengikuti hal yang belum jelas dalil dan faktanya, (jangan norok buntek aja, kata bahasa Maduranya). Nahnu abnauddalil. Kedua tidak ada kesepakatan yang diklaim itu, buktinya ada salaf yang melakukannya. Seperti tampak dalam ungkapan Ibnu Mas’ud. Mereka yang ditegur olehnya juga salaf kok.
    Kalau kita mau mengamati hukum Islam dengan al-Qurannya, maka ajaran2 itu dapat dibagi kepada tiga bagian: Ajaran taisisiyah, takyidiyah dan ibthaliyah. Ajaran pertama maksudnya Islam pertama kali yang mensyariatkan hal tersebut. Kedua taktidiyah, artinya sebelum islam sudah ada ajaran itu, seperti khitanan, potong kuku dan yang lain yang sudah ada pada zaman nabi Ibrahim as. Ketiga ajaran ibthaliyah, artinya ajaran yang sebelumnya ada tapi ditolak oleh islam, seperti hukum riba, haji dengan tanpa busana orang-orang jahiliyah dan yang lainnya.
    Kalau hal ini memang tidak disyariatkan, memang kenapa? Bukankah bayak dalil2 universal yang dari keumumannya dapat mencakup perayaan maulid ini. Maulid nabi dapat dijadikan momen untuk mencari ilmu (yang diwajibkan oleh islam) tentang rasul dan ajarannya. Di sana ada shalawatan yang secara tegas diwajibkan oleh Allah. Lihat surah Ahzab. Sesungguhnya Allah dan para malaikat bershalawat kepada rasul. Nah selagi tidak bercampur dengan hal-hal yang haram (latalbisul haqqa bil bathil). Maka itu termasuk hal diperbolehkan. Dan kalau memang manfaatnya terlalu sedikit itu berpulang kepada pengelola acaranya, bukan karena acaranya sendiri. Jika tidak, kita juga akan mengatakan, ada orang-orang yang rajin shalat tapi rajin pula mencuri atau berbuat maksiat, dengan demikian shalat harus ditinggalkan? Kalau memang perayaan ini terlalu banyak ishraf, ya jelas dilarang oleh Allah. Akan tetapi sebuah renungan dalam al-Quran disebutkan maka siarkanlah nikmat yang diterima kalian dari Allah. Nah, rasul merupakan wujud nimat terbesar bagi umat islam. Dan syiar kita sebagai seorang pengikut beliau. Kalau meramaikan masjid (dengan shalat dan acaranya yang meriah) dianggap pengagungan terhjadap syiar Allah, maka merayakan dan menyelami hikmah maulid tidak termasuk demikian?
    Ustadz Ja’far: Sanggahannya :
    Bergembira dengan beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, kelahirannya, syariat-syariatnya pada umumnya adalah wajib. Dan penerapannya di setiap situasi, waktu dan tempat, bukan pada malam-malam tertentu.
    Menurut ana:Kalau memang, secara umum bergembira dengan kelahiran beliau adalah hal yang wajib kapan saja, maka penerapannya pada waktu dimana beliau dilahirnkan adalah hal yang lebih diwajibkan dan memiliki arti yang lebih baik dan banyak lagi.
    Ustadz Ja’far:Kedua, pengambilan dalil surat Yunus ayat ke 58 untuk melegalkan acara Maulid nyata sangat dipaksakan. Karena para ahli tafsir seperti Ibnu Jarir, Ibnu Katsir, Al Baghawi, Al Qurthubi dan Ibnul Arabi serta yang lainnya tidak seorangpun dari mereka yang menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan kata rahmat pada ayat tersebut adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, namun yang dimaksud dengan rahmat adalah Al Qur’an. Seperti yang diterangkan dalam ayat sebelumnya.
    “Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabb kalian dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (Qs. Yunus; 57).
    Menurut ana:Pertama-tama, Al-Quran itu saling menafsirkan satu sama lain. Jadi nggak bisa kita mengelurkan pendapat Quran hanya dengan melihat satu ayat dan tidak melihat ayat0ayat yang serupa.
    Kedua, Ungkapan para mufasir bukanlah hujjah seratus persen bagi kita mereka juga bisa salah, sama seperti tiga sahabat yang beranggapan berbuat baik dalam hadis Anas ra tersebut. Memang betul al-Quran merupakan rahmat Allah, akan tetapi mungkinkah al-Quran turun kepada orang selain rasul? Tentu tidak karena hanya sosok beliau sajalah yang memiliki kelayakan itu bukan orang yang lain. Oleh karena itu tanpa ragu lagi wujud rasul sendiri merupakan rahmat dari Allah untuk umat manusia, bahkan rajanya rahmat. Karena tanpa beliau Quran tidak akan turun kepada umat islam. Apakah Quran akan turun ke sayyidina Ali seperti yang dituduhkan oleh ahli sunnah kepada Syi’ah? Jelas tidak semua sepakat hanya rasul yang punya kelayakan untuk menerima wahyu ilahi. Dalam al-Quran juga disebutkan: tidakklah Kami mengutusmu (muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi sekalian alam. Dalam surah Nahl ayat 64, dan tidaklah Kami turunkan kitab (Quran) kepadamu kecuali agar engkau menjelaskan kepada manusia apa yang mereka perselisihkan dan hidayah serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
    Dan dalam ayat lain juga disebutkan; tidaklah Aku mengutus kalian kecuali sebagai rahmat bagi sekalian alam dan ayat yang lain.
    Ustadz Ja’far:Hadis:”Setiap bid’ah adalah sesat”. Dan seperti itu pulalah yang disampaikan Ibnu Umar radiyallahu ‘anhuma kepada orang-orang yang memiliki anggapan salah ini, kata beliau; “Setiap bid’ah adalah sesat walaupun orang menganggapnya baik”.
    Menurut ana:Lagi-lagi ini merupakan dalil lain bahwa para salaf (sahabat) tidak semuanya orang-orang yang adil. Dalam hadis disebutkan bahwa yang mencetuskan bid’ah hasanah atau yang serupa adalah ayah ibnu Umar, yang tak lain Umar bin Khatab. Saat beliau mengumpulkan orang untuk shalat tarawih beliau berkata ini adalah senikmat-nikmatnya bid’ah. Lalu apakah kita mau berpatokan kepada mereka dalam segala langkah kita.
    Ustadz Ja’far:Apabila ajaran maulid adalah petunjuk dan kebenaran, kenapa Rasululah SAW dan para shahabatnya, tidak pernah menganjurkannya?! Apakah mereka tidak tahu?! Kemungkinan yang lain, mereka tahu tapi menyembunyikan kebenaran. Dua kemungkinan ini sama batilnya!! Alangkah dzalim apa yang mereka perbuat kepada nabinya dengan alasan cinta kepadanya?!
    Menurut ana:Bukankah dalam hadis yang sahih diatas nabi telah merayakannya melalui puasa. Sedang para sahabat, kita sudah camkan tadi semua sahabat bukan hujjah bagi agama dan ajaran kita, karena alasan2 di atas dan masih banyak lagi sanngahan atas ketidak adilan sebagaian salaf; baik sahabat, tabiin atau para pengikut tabiin. Untuk lebih lengkapnya insya Allah kami akan menulis artikel Maulid Nabi dalan Tinjauan Al-Quran, dalam http://www.eraalquran.wordpress.com.
    wassalam

  6. Saya sangat setuju sekali, perincian jawaban yang diberikan oleh eraalqur’an atas sanggahan artilel milik Ustadz Ja’far. Yang juga menurutnya banyak kelemahan. Dan kami disini tiada membatasi bentuk komentar apapun yang masuk pada blog kami, baik itu berupa kritikan atau sanggahan maupun tambahan. Adapun kami hanya memberikan jawaban singkat, yang sekiranya saudara Yanu dapat memahaminya. Pada awalnya, kami mencukupkan jawaban atas adanya dalil yang jelas tentang maulid, kemudian memberikan sanggahan terhadap kesalahan pelaksanaan maulid melalui tindakan personal. Setelah itu kami membantah bahwa maulid tersebut bagian dari bid’ah. Adapun hujjahnya yaitu ketika terdapat dalil yang jelas, ini merupakan dalil atau hujjah bagi kita. Juga kami masih menunggu kembali, jika masih terdapat pertanyaan-pertanyaan dan sanggahan-sanggahan dari artikel Ustadz Ja’far maupun artikel kami. Sekali lagi, terima kasih kembali kepada eraalqur’an atas tambahan sanggahan atas artikelnya Ustadz Ja’far tersebut , maupun artikel kami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar