Selasa, 02 November 2010

.MENGAPA HARUS KE SMA ???

A. PENGANTAR

Setiap akhir tahun ajaran para orang tua disibukkan oleh urusan persekolahan anak-anak mereka. Urusan yang lebih besar terjadi bila menghadapi masalah peralihan jenjang dari SD ke SLTP dan seterusnya ke SLTA, karena sesungguhnya ada sebuah keputusan yang harus dibuat menyangkut masa depan anak. Namun bagi umumnya orang tua, yang penting adalah bagaimana si anak dapat melanjutkan sekolah, kalau bisa ya pada sekolah negeri yang bagus. Belum terlintas pada pikiran orang tua tentang karir dan masa depan anak-anak.

Fenomena yang menarik pada artikel ini adalah peralihan dari jenjang khususnya dari SLTP ke SLTA yang sudah mulai erat kaitannya dengan karir masa depan anak. Jenjang SLTP yang dalam sistem pendidikan nasional berbentuk SMP dan M.Ts. Dalam memilih lebih banyak merupakan oleh pilihan orang tua dari pada pilihan anak. Kenyataan yang terlihat dimana-mana adalah anak-anak mereka ramai-ramai masuk ke SMA tanpa tahu mengapa harus masuk SMA. Sangat sedikit jumlahnya yang melanjutkan studi ke Sekolah Kejuruan (SMK). Perbandingannya cukup fantastis. Secara nasional, menurut data di Depdiknas, prosentase peminat SMK kecil dari 5%. Hanya ada di empat provinsi (DKI, Jawa Barat, Jateng, Jatim) peminat lulusan SLTP melanjutkan ke SMK di atas 10%. Selebihnya sangat mengharukan, karena di sebagian besar daerah, peminat masuk SMK di bawah 2%.

Berdasarkan pengamatan kasat mata, kenyataan yang terlihat di setiap kota hanya ada dua atau tiga SMK saja yang memiliki siswa sesuai dengan daya tampung. Umumnya merupakan SMK Negeri yang dapat perhatian khusus dari Diknas. Sisanya merupakan SMK yang memprihatinkan dan kelihatannya tidak terurus. Kondisi ini bermula sejak sepuluh tahun terakhir dan semakin hari semakin memprihatinkan. Jumlah siswa yang kecil sangat mempengaruhi pengelolaan, dan ibarat penyakit, seperti tidak terobati. Bagi sekolah swasta, sumber dana satu-satunya adalah dari siswa yang semakin hari semakin susut. Honor guru dan pengelola semakin kecil dan tentu saja, kualitas pendidikan yang memang sudah rendah semakin tidak pernah dibicarakan lagi, pasrah.

Mengapa kejadiannya sampai demikian? Masyarakat yang pemahamannya rata-rata pada tingkat awam, melihat bahwa anak-anak yang tamat SMK umumnya tidak memiliki ketrampilan untuk memasuki dunia kerja, di samping peluang kerja itu sendiri juga semakin sulit. Jadi, untuk apa masuk SMK, kan lebih baik SMA saja. Bila kita menggunakan logika hukum sebab akibat, maka fenomena “ramai-ramai ke SMA” hanyalah akibat saja dari sejumlah sebab. Berangkat dari asumsi bahwa kita semua setuju pentingnya peran SMK dalam mempersiapkan tenaga kerja yang trampil, mendidik anak-anak untuk mandiri, menurunkan angka pengangguran, mengurangi angka kejahatan dan meningkatkan pemasukan pajak untuk negara, maka perlu dilakukan analisis untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab, dan pada gilirannya dapat dirancang program-program apakah yang perlu dilakukan untuk menata masa depan pendidikan kejuruan di Indonesia.

B. Masalah Pendidikan Kejuruan

Meskipun pendidikan kejuruan di negara kita sudah dimulai lebih seabad yang Design pendidikan kejuruan oleh karena itu, tidak pernah terlihat posisi pendidikan kejuruan dalam pembangunan nasional dan dalam pembangunan pendidikan. Bila anda berkunjung ke kantor Diknas provinsi ataupun Kab./Kota anda tidak lagi menemukan direktorat Dikmenjur karena sudah diciutkan menjadi bagian kecil saja dari pendidikan (umum) menengah. Mungkin cukup diurus secara sambilan oleh tenaga yang tidak perlu memahami apakah itu substansi kejuruan.

Pendidikan kejuruan adalah sekolah dengan biaya mahal, karena untuk mendidik siswa yang trampil dibutuhkan peralatan dan bahan, laboratorium dan bengkel kerja. Para guru dan instruktur praktek harus trampil lahir dan batin dan perlu secara berkala meng-update ketrampilan dan pengetahuannya di dunia kerja. Perlu pula menjalin hubungan kerjasama dengan pihak industri dan dunia kerja, serta berbagai urusan lainnya, yang semuanya merupakan tanggung jawab pemerintah/Diknas. Bila berbagai masalah internal persekolahan kejuruan dibenahi, maka reputasi pendidikan kejuruan secara berangsur dapt dikembalikan.

Sebuah masalah krusial lain sebagai penyebab sulitnya mengurus pendidikan kejuruan adalah kurangnya dukungan pemerintah dalam hal kewajiban dunia usaha untuk ikut bertanggungjawab atas atas penyelenggaraan pendidikan kejuruan. Di semua negara maju ada undang-undang pendidikan kejuruan (Vocational Acts) yang mengatur dan melindungi fungsi dan tugas dunia industri terhadap pendidikan kejuruan. Kita hanya punya CSR (Corporate Social Responsibility) yang bersifat sukarela perusahaan atas kehidupan sosial di sekitarnya. CSR bagi banyak perusahaan dianggap musuh utama dari tujuan pokok perusahaan yaitu mencari keuntungan sebesar-besarnya. Sejumlah SMK maju memang sudah berhasil menjalin kerjasama dengan perusahaan besar maupun kecil.

C. Rekomendasi

Sesungguhnya, tidak ada cara singkat untuk menyelesaikan pendidikan kejuruan. Untuk bisa keluar dari kemelut pendidikan kejuruan, maka ada beberapa strategi yang dapat disarankan. Rekomendasi ini sejalan dengan kebijakan baru Depdiknas yang dalam waktu dekat (2007) ini akan meningkatkan jumlah siswa SMK yang pada masa sekarang 3 siswa SMK berbanding 7 siswa SMA menjadi 6 siswa SMK dan 4 Siswa SMA. Beberapa saran dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Perbaiki SMK Negeri dan Swasta yang ada saat ini secara total, mulai dari kurikulum, tenaga pendidik, dana operasional, fasilitas, dan manajemen persekolahan. Kerjasama dengan pihak industri dan organisasi profesi perlu ditingkatkan melalui kebijakan daerah (Perda) sehingga kewajiban bersama pemerintah dan masyarakat dapat diwujudkan Kerjasama juga perlu diadakan dengan penunjukan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan sebagai perguruan tinggi pembina.
2. Pada jenjang SLTP diperlukan program bimbingan karir, agar siswa SLTP dan para orang tua memahami tersedianya sekolah alternatif pada jenjang SLTA yang tidak kalah pentingnya dalam menjalani kehidupan kelak bila anak sudah dewasa. Kegiatan open house oleh pihak SMK dan sosialisasi tentang pentingnya pendidikan kejuruan dengan mengundang siswa SLTP dlaksanakan secara terprogram dan menarik. Diharapkan tidak lagi terjadi ramai-ramai ke SMA tanpa tahu mengapa ke SMA.
3. Setiap pendirian SMK baru harus disertai studi kelayakan yang benar agar jenis program yang dibuka benar-benar sejalan dengan potensi unggulan daerah. Bahkan perlu dikaji ulang keberadaan SMK yang sudah ada saat ini apakah masih layak, sejalan dan akan berkontribusi dengan pembangunan daerah. Berbagai inovasi program perlu dilakukan untuk merespon perkembangan teknologi.
4. Untuk menambah jumlah siswa kejuruan, di SMA dapat dibuka program kejuruan, seperti Akuntansi, Perhotelan, Pariwisata, Busana, Boga, Komputer dan Sistem Informatika.
5. Bagi tamatan SMK yang belum memiliki ketrampilan siap pakai, perlu dirancang program bridging, kursus singkat dan padat namun mampu mempersiapkan mereka untuk terjun ke dunia kerja. Program ini dilakukan di SMK dan merupakan bagian integral dari program sekolah.

Diharapkan program dan rekomendasi di atas dapat mengurangi arus ramai-ramai ke SMA tenpa tahu mengapa harus ke SMA. Demikianlah sumbangan pikiran tentang pendidikan kejuruan dalam rangka mendukung kebijakan Mendiknas tentang ektensifikasi SMK 2007, semoga berhasil.



(Download artikel ini dalam format word document, klik disini)

Ditulis dalam Artikel Pendidikan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar